cerpen

Cerpen
Kaset



ku baru mengerjakan solat ketika pintu kamar digedor dari luar.
“Kamu tidak membawa kasetku?” , Amby temenku satu kost langsung melempar pertanyaan begitu pintu kamar terbuka.
“Kaset yang mana?” , tanyaku.
“ Yang biasa aku putar setiap pagi.”

Jawabku membuat Amby beranjak pergi menuju kamar lain, mengetok pintunya, dia melempar pertanyaan yang sama. Namun semua penghuni kost menjawab dengan kata yang tidak jauh beda denganku.
    Wajah anak muda itu semakin keruh. Kini ganti ruang tamu yang diobrak-abrik. Koran dan majalah dia pindahkan dari tempatnya, berserakan memenuhi lantai. Marasa yang dicari tidak ketemu, dia pindah ke kamar lain dan diobrak-abriknya barang-barang yang sudah tertata rapi. Amby tampak kesetanan. Matanya memerah dan sekali-kali mengeluarkan umpatannya.
    Aku yang sejak tadi memperhatikannya merasa aneh. Tidak biasanya Amby sepanik malam ini. Bahkan dialah satu-satunya penghini kost yang terkenal sabar dan terkendali kontrolnya. Apalagi ini Cuma masalah kaset yang harganya tidak lebih dari Rp 25.000,00. Keanehan sikap Erdon itu tidak hanya menjadi perhatianku saja,tetapi teman-temanku kost yang lain. Beberapa diantaranya ada yang ikut mencari ditempat-tempat tertentu.
    Sewaktu Amby kembali ke kamarnya aku menyusul. Kulihat dia mengobrak-abrik kembali kamarnya yang sudah berantakan.
    “Mby, apa tidak tertinggal di Pasir Putih Malikan?”. Kataku setelah ingat seluruh penghuni kost tadi siang rekreasi disana.
    Amby menghentikan pekerjaannya. Dia terpaku seakan-akan mengingat sesuatu. “ya , mungkin disana,” katanya sambil meraih jaketnya yang tersampir didinding.
    “Kau mau ke mana?tanyaku.
    “Aku akan mencari kesana.”
    “Besok , ini kan sudah malam.Lagi pula besokan masih ada waktu. Dan jalan menuju kesana kan juga berbahaya.”cegahku.
    Namun dia tetap menghiraukan ucapanku. Dengan tergesa-gesa dia keluarkan motor dan melaju dengan kencang meninggalkan tempat kostku.
    Setelah aku keluar dari kamar Erdon, teman-teman yang sedang berkumpul di ruang tamu langsung melempar pertanyaan padaku.
    “Kemana dia pergi?”
    “Ke Pasir Putih Malikan?”jawabku
    “Malam-malam begini?”
    “Aku sendiri heran. Dia seperti kesetannan hanya karena sebuah kaset.”
    “Jadi dia kesana hanya ingin mengambil sebuah kaset?”aku mengangguk.
    “Kalian tentu tidak akan menyalahkan dia jika tau alasannya, mengapa dia sampai berbuat seperti itu hanya untuk sebuah kaset.”kata salah seorang temanku. Membuat kami tertarik untuk mendengarkan kelanjutannya.
    “Kaset itu dibeli bersama kekasihnya kira-kira satu tahun yang lalu. Pulang dari membeli kaset motor yang mereka kendarai kecelakaan di tengah jalan dan kekasihnya meninggal seketika itu juga.Sejak saat itu hampir setiap hari dia memutar kasetnya. Kata Amby, bila dia mendengar kaset itu serasa kekasihnya hadir menemaninya.”
    Cerita itu membuat kami membisu untuk beberapa saat. Perasaan kasian pada Amby memenuhi hatiku, begitu juga dengan teman-teman. Setelah kami membereskan barang-barang yang diobrak-abrik oleh Amby, kami menghabiskan waktu sambil menunggu Amby. Namun dia tak kunjung datang. Malah dua jam kemudian tempat kost kami kedatangan tamu seorang polisi yang memberi tahu bahwa Amby meninggal karena kecelakaan. Dan kini jasatnya berada di Rumah Sakit Umum” kata polisi pelan.
    Aku terkejut. Tidak sangka Amby ke Pasir Putih Malikan untuk menjemput maut. Dalam kesedihan, ingatanku terbawa pada peristiwa beberapa bulan yang lalu, saat aku mengintip dari lubang kunci kamarnya. Dia terbaring di tempat tidur sambil mendengar alunan kaset yang hilang itu.

0 komentar:

Post a Comment